Tuesday, November 29, 2016

Cara Kerja Hormon

Hormon beredar di dalam sirkulasi darah dan fluida sel untuk mencari sel target. Ketika hormon menemukan sel target, hormon akan mengikat protein reseptor tertentu pada permukaan sel tersebut dan mengirimkan sinyal.

Reseptor protein akan menerima sinyal tersebut dan bereaksi baik dengan memengaruhi ekspresi genetik sel atau mengubah aktivitas protein selular termasuk diantaranya adalah perangsangan atau
penghambatan pertumbuhan serta apoptosis (kematian sel terprogram), pengaktifan atau penonaktifan sistem kekebalan, pengaturan metabolisme dan persiapan aktivitas baru ( misalnya terbang, kawin, dan perawatan anak ), atau fase kehidupan (misalnya pubertas dan menopause).

Pada banyak kasus, satu hormon dapat mengatur produksi dan pelepasan hormon lainnya. Hormon juga mengatur siklus reproduksi pada hampir semua organisme multiselular.

Beberapa kelompok hormon telah diketahui dan beberapa diantaranya bersifat sebagai zat perangsang pertumbuhan dan perkembangan ( promotor ), sedang yng lainnya dapat bersifat penghambat ( inhibitor ).


sumber

Pengertian Hormon

Menurut Kamus Biologi, Hormon adalah suatu zat kimia yang memiliki peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan suatu individu.

Hormon adalah senyawa-senyawa kimia yang disintesis pada suatu lokasi didalam organisme, kemudian diangkut ke tempat lain untuk selanjutnya bekerja melalui suatu kerja spesifik pada konsentrasi yang sangat rendah, untuk mengatur pertumbuhan, perkembangan atau metabolisme.
Hormon (dalam bahasa Yunani όρμή: horman : "yang menggerakkan") adalah pembawa pesan kimiawi antar sel atau antarkelompok sel.

Pada kenyataannya, sangat sukar mendefenisikan istilah hormon dengan tepat. Penggunaan istilah zat pengatur tumbuh sering lebih baik, dan menunjukkan senyawa-senyawa baik alami maupun sintetik yang dapat mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan metabolisme. Senyawa-senyawa ini biasanya bukan suatu metabolit antara hasil suatu rangkaian reaksi yang mempengaruhinya, dan biasanya aktif dalam konsentrasi rendah.

Hormon yang terdapat didalam sel tumbuhan dan sel hewan memiliki pembagian yang tidak sama karena dari bentuk dan jenis sel tumbuhan dan hewan juga terdapat perbedaan.


sumber

Wanita Ikut Andil dalam Penegakan Islam

Islam adalah sebuah sistem pemberdayaan yang terpancar dari misi manusia sebagai khalifah Allah SWT. Dan dari falsafahnya, dan menilai hubungan antara manusia dan alam dengan Dzat yang menciptakannya. Secara mendasar, pemberdayaan dalam islam bertujuan untuk mewujudkan keamanan dari rasa takut dan lapar.

Allah SWT berfirman:

“Karena kebiasaan orang-orang Quraisy,(yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah tuhan pemilik rumah ini (ka’bah), yang telah member makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan”.( QS Quraisy: 1-4).

Islam menghendaki pemenuhan kehidupan yang baik dan terhormat bagi setiap manusia melalui proses pemberdayaan ini.

Allah SWT bersabda:

“ barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan kami beri alasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”.(QS An-Nahl:97)

Yaitu kehidupan yang menjunjung tinggi dimensi roh dan jasad, yang diselimuti rasa persaudaraan, kasih sayang, belas kasihan dan rasa solideritas yang tinggi, yang mengibarkan bendera keadilan dan rasa aman, yang bersih dari ancaman kelaparan, ketakutan, permusuhan, pertikaian dan rasa egois, dan yang menjaga keadilan dalam membagi kekayaan dan pemasukan Negara, sehingga harta kekayaan tidak hanya beredar dan dikuasai oleh kaum konglemerat saja. Islam menghendaki adanya kehidupan, di mana islam melepaskan diri dari ketergantungan kepada orang lain dan mewujudkan kemerdekaan dan kemandirian ekonomi. Allah SWT telah menundukkan kepada manusia apa yang ada di bumi untuk dapat memperdayakan dan menginvestasikan harta kekayaannya dalam hal-hal yang menguntungkan kehidupan manusia, dan Al-Qur’an telah memberitahukan sumber-sumber kekeayaan itu dan mendorong untuk memanfaatkannya.

Islam adalah agama yang menggabungkan antara pemberdayaan ekonomi dan pemberdayaan sosial, menjadikan keduanya sebagai dua sisi mata uang. Oleh karenanya, islam mewajibkan kepada seorang untuk menjaga kebutuhan-kebutuhan dan prioritas-prioritas masyarakat dalam menginvestasikan harta kekayaan , memelihara kepentingan serta tujuan masyarakat secara menyeluruh, dan mewujudkan ketentraman dan kemakmuran yang menjadi keinginannya dan keinginan masyarakatnya.

Seorang muslimah disarankan ikut andil dalan mengarahkan investasinya sesuai urutan syariat islam tentang prioritas-prioritas,yaitu dharuriyyat (hal-hal primer),hajiyat (hal-hal skunder) dan tahsinat (hal-hal yang bersifat tambahan).

Dharuriyyat berarti hal-hal yang menjadi sebuah keharusan untuk tegaknya kekhalifahan dunia, seperti menjaga jiwa, akal, agama, kehormatan, dan harta benda. Ia adalah sebuah keharusan agar kehidupan manusia dapat berdiri dan tegak, dan manusia tidak bisa lepas darinya.

Hal-hal ini mungkin dapat ditertibkan sesuai kepentingan negara dalam syariat Islam sebagai berikut.

1) Menjamin keamanan untuk warga masyarakat dengan cara menjaga kehidupan, kehormatan dan harta kekayaan mereka.
2) Menyediakan sarana-sarana wajib kesehatan umum dan pengobatan untuk warga masyarakat.
3) Menyediakan kebutuhan pangan dan sandang.
4) Menyebarluaskan ilmu pengetahuan, baik tentang dunia maupun agama.
5) Menyediakan tempat tinggal



sumber

Wanita Bekerja sebagi Fitrah dan Kodrat Kewanitaanya

Seorang perempuan karier harus senantiasa mengenakan pakaian yang islami saat keluar dan bekerja di luar rumah demi menjalankan firman allah SWT:

“ Hai Muhammad, katakanlah kepada isteri-istrimu, anak-anak perempuan dan istri orang mukmin: “ hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk di kenal, karena itu mereka tidak di ganggu dan allah adalah maha pengampun lagi maha penyayang”. ( QS AL- ahzab: 59).

Adapun pakaian islami adalah pakaian yang menutupi semua tubuh perempuan kecuali apa yang tampak darinya yaitu wajah dan kedua telapak tangan, sebagaimana pendapat ibnu abbas dan yang lain dengan dalil perkataan nabi saw, kepada asma binti abu bakar ketika beliau masuk kepadanya sedang dia mengenakan pakaian yang tipis.

Pakaian wanita juga bukanlah pakaian perhiasan yang menjadikan semua pandangan tertuju kepadanya. Pakaian tersebut juga harus tebal tidak memperlihatkan apa yang ada di dalamnya, tidak menampakan bentuk tubuh dan keindahannya. Sebagaimana pakaian perempuan karier muslimah tidak boleh menyerupai pakaian lelaki,

sebab rasulullah saw melaknat “ para perempuan yang menyerupai lelaki dan para lelaki yang menyerupai perempuan”. ( HR Abu Dawud).

Hal itu di sebabkan karena mengandung unsur pelanggaran terhadap fitrah yang di ciptakan allah SWT kepada masing-masing lelaki dan perempuan untuk mewujudkan misinya masing masing di dunia. Seorang lelaki ketika menyerupai perempuan, di bukanlah perempuan dan juga tidak lagi menjadi lelaki maka dia kehilangan sifat lelaki dan tidak juga mencapai sifat perempuan. Demikian juga perempuan yang menyerupai lelaki dia tidak akan menjadi lelaki dan tidak lagi menjadi perempuan seperti yang lain .



sumber

Wanita Karir di Awal Pemerintahan Islam

Selama masa awal pemerintahan islam wanita selalu membantu pekerjaan luar laki – laki, adalah Asmah, puteri dari khalifah pertama Abu Bakar, ia biasa membantu suaminya dalam hal pekerjaan lapangan seperti memberi makan kuda, mengambil minuman, mengambil buah – buahan di ladang, dan lain sebagainya. Bahkan pada masa ini pula wanita telah memegang pos – pos formal kewenangan masyarakat, seperti Al – syafa binti Abdullah yang ditunjuk oleh khalifah Abu Bakar sebagai pengawas pasar madinah.

Sejarah islam telah mencatat keberhasilan beberapa perempuan (muslimah) karir yang telah menggabungkan kemaslahatan dunia dan akhirat,mereka bersanding sejajar dengan lelaki yang membangun peradaban islam, melangsungkan pererniagaan, menghasilkan barang-barang produksi,bercocok tanam, belajar, dan mengajarkan Ilmu, keluar berperang di jalan allah SWT dengan mengobati korban-korban yang terluka, memberikan minum prajurit yang dahaga dan membela dengan gigih agama islam dan kaum muslimin.

Sektor perniagaan, terdapat figur khadijah perempuan karir pertama kali dalam sejarah islam Rasulullah saw telah melakukan akad mudharabah ( akad bagi keuntungan ) bersamanya. khadijah juga melakukan ekspor-impor komoditi secara internasional. Kafilah niaganya membentang dari negeri yaman ke negeri syiria, dan terus bekerja di musim panas dan dingin beliau termasuk orang pertama yang menghilangkan sekat-sekat dan membuka pintu selebar-lebarnya bagi perempuan untuk terjun di dunia bisnis.

Banyak hadist – hadist Nabi saw yang menjelaskan tentang adanya aktifitas kaum perempuan pada jaman kenabian beliau. Seperti bidang kerajinan tangan dan tekstil, imam Bukhari pernah meriwayatkan pernah datang seorang sahabat wanita yang menemui nabi saw sambil membawa oleh oleh berupa tenunan. Seraya berkata

“wahai rosululloh, sesungguhnya aku telah menenun kain ini dengan tanganku sendiri, untuk itu perkenankan aku memberikan ini kepada baginda.” (HR Bukhari)

Demikian pula pekerjaan – pekerjaan lainya seperti membuat kerajinan , manik – manik dan sebagainya. Semua dilakukan untuk menambah kebutuhan terhadap dirinya sendiri ataupun keluarganya. Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadist dari Aisyah ra . ia berkata bahwa Rasullulloh Saw bersabda :

“orang yang paling cepat menyusulku diantara kalian adalah orang yang paling panjang tangannya.’ Aisyah ra berkata : “mereka saling bersaing untuk menentukan siapa diantara mereka yang paling panjang tangannya, ternyata yang paling panjang tanganya diantara kami adalah zainab ra, karena ia bekerja sendiri dan hasilnya dia berikan kepada keluarganya.” (yg dimaksud panjang tangan adalah terampil dan kreatif.

Nabi juga memuji wanita yang bekerja keras dan mendorong kepada istri dan putrinya untuk melakukan pekerjaan yang baik untuk dirinya dan menguntungkan beliau. Beliau bersabda “penghasilan yang paling utama adalah yang diperoleh dari dirinya sendiri”

Dari berbagai hadist diatas disebutkan bahwa islam tidaklah melarang wanita untuk bekerja, asalkan dapat menjaga iman dan taqwanya. Terlebih menjaga aurat kepada mereka yang bukan muhrimnya. Wanita karir tidak akan di permasalahkan lagi asalkan dia bekerja sebagai fitrah dan kodrat kewanitaannya.



sumber

Islam dan Wanita Karir

Sejarah telah mongonfirmasikan bahwa sebelum datangnya islam kondisi wanita ecara umum sangatlah suram. Wanita yang melahirkan manusia, dihina dan diturunkan derajatnya sebagaimana seorang budak. Wanita dippandang sebagai perwujudan sebuah dosa, kemalangan aib dan tidak mempunyai kedudukan sama sekali di mata masyarakat

Islam datang dan menjunjung tinggi harga diri dan kemuliaan dari wanita, islam datang dan melarang praktek penguburan bayi wanita untuk selanjutnya wanita dipandang sejajar dalam segi kemanusiaan

tetapi masyarakat islam memaham banyak i ayat ayat yang berhubungan dengan pria dan wanita secara timpang lebih mengunggulkan lelaki. Pria memperoleh hak lebih besar daripada wanita seperti wali, warisan, saksi, dan menjadi imam dalam shalat.

Al- Quran menyatakan :

Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kami telah menciptakan kamu semua dari laki – laki dan perempuan dan telah menjadikan mu bersuku – suku, berbangsa – bangsa agar kamu kenal mengenal,satu sama lain, sesungguhnya yang paling baik diantara kamu adalah orang – orang yang bertaqwa,

Nabi juga bersabda:

Semua manusia adalah sejajar, sama halnya seperti gigi sebuah sisir , tidak ada yang lebih unggul dari seorang Arab atas non arab, seorang yang berkulit putih atas orang yang berkulit hitam, atau laki – laki atas wanita, sesungguhnya yang bertaqwa lah yang di sukai Allah SWT

Dari uraian diatas sangat jelas bahwa sesungguhnya semua manusia itu sejajar, demikianlah dalam hal pekerjaan baik laki laki ataupun perempuan. Islam hendaknya tidak membedakan amal salih atau pekerjaan yang dilakukan oleh laki – laki dan perempuan asalkan dilandasi dengan iman dan taqwa. Maka keduanya akan mendapat balasan seperti apa yang telah mereka lakukan. Bahkan Allah SWT menjajikan kehidupan yang baik bagi mereka yang bekerja seperti firman Allah di Al – Quran sebagai berikut :

Barang siapa yang mengerjakan amal shaleh, baik laki – laki maupun perempuan dalam keadaan beriman maka akan kami berikan padanya kehidupan yang baik. (QS. An – Nahl : 97)

Apabila kita melihat pada masa permulaan islam dalam keterlibatan seorang wanita dalam pekerjaan maka tidaklah berlebihan. Karena islam memperbolehkan wanita bekerja asalkan tidak melalaikan tanggung jawabnya sebagai wanita. Yaitu tanggung jawab menjaga auratnya, menjaga ketundukan nya terhadap suami dan lain – lain.



sumber

Peran Perempuan di Sektor Domestik

Adapun konsep- konsep yang diberikan kepada kaum perempuan sebagai pelestari nilai sosial budaya, dalam memberikan peran dalam sektor domestik dapat dirincikan sebagai berikut:

1) Perempuan sebagai isteri, supaya dapat mendampingi suami sebagai kekasih dan sahabat untuk bersama-sama membina keluarga yang bahagia.

2) Perempuan sebagai ibu,pendidik, dan pembina generasi muda supaya anak-anak dibekali kekuatan rohani maupun jasmani dalam menghadapi segala tantangan zaman, dan menjadi manusia yang berguna bagi nusa dan bangsa.

3) Perempuan sebagai ibu pengatur rumah tangga, supaya rumah tangga merupakan tempat yang aman dan teratur bagi seluruh anggota rumah tangga.

4) Sebagai tenaga kerja dan dalam profesi, bekerja di pemerintahan, perusahaan swasta, dunia politik, berwiraswasta, dan sebagainya untuk menambah penghasilan keluarga.

5) Sebagai anggota organisasi masyarakat, terutama organisasi wanita, badanbadan sosial dan sebagainya untuk menyumbangkan tenaganya dalam masyarakat.


sumber

Reinterpretasi Hadis Tentang Larangan Perempuan sebagai Kepala Negara

Hadis yang sering dijadikan rujukan tentang larangan menjadi kepala negara bagi perempuan adalah sebuah hadis yang yang berbunyi:

حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ الْهَيْثَمِ حَدَّثَنَا عَوْفٌ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ أَبِي بَكْرَةَ قَالَ لَقَدْ نَفَعَنِي اللَّهُ بِكَلِمَةٍ سَمِعْتُهَا مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيَّامَ الْجَمَلِ بَعْدَ مَا كِدْتُ أَنْ أَلْحَقَ بِأَصْحَابِ الْجَمَلِ فَأُقَاتِلَ مَعَهُمْ قَالَ لَمَّا بَلَغَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ أَهْلَ فَارِسَ قَدْ مَلَّكُوا عَلَيْهِمْ بِنْتَ كِسْرَى قَالَ لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمْ امْرَأَةً

“... Tidak akan pernah beruntung keadaan suatu kaum yang menyerahkan kepemimpinannya pada seorang”.

Hadis tersebut terdapat dalam Musnad Ahmad bin Hanbal, Shahih Bukhari, dan Sunan Nasa’i. Dari segi perawi hadis, para perawinya memiliki sifat dapat dipercaya, dalam menuturkan hadis itu dengan penerimanya.

Hadis tersebut dipahami sebagai isyarat bahwa perempuan tidak boleh dijadikan pemimpin dalam urusan pemerintahan atau politik. Oleh karenanya, banyak ulama yang menyatakan seorang perempuan tidak sah menjadi khalifah/ imam. Para ulama tersebut menanggapi hadis ini sebagai ketentuan yang bersifat baku-universal, tanpa melihat aspek-aspek yang terkait dengan hadis, seperti kapasitas diri Nabi SAW ketika mengucapkan hadis, suasana yang melatarbelakangi munculnya hadis, setting sosial yang melingkupi sebuah hadis. Padahal, segi-segi yang berkaitan dengan diri Nabi SAW dan suasana yang melatarbelakangi atau menyebabkan terjadinya hadis mempunyai kedudukan penting dalam pemahaman hadis secara utuh.

Dalam memahami hadis tersebut, perlu dicermati terlebih dahulu keadaan yang sedang berkembang pada saat hadis itu disabdakan atau harus dilihat latar belakang munculnya hadis di samping setting sosial pada saat itu. Oleh karena itu, dalam memahami dan mengkaji hadis ini mutlak diperlukan informasi yang memadai mengenai latar belakang kejadiannya..

Sebenarnya jauh sebelum hadis tersebut muncul, yakni pada masa awal dakwa Islamiyah yang dilakukan oleh Nabi SAW ke beberapa daerah dan negeri. Pada saat itu, Nabi SAW pernah mengirim surat kepada pembesar negeri lain dengan maksud mengajak mereka untuk memeluk Islam. Di antara pembesar yang dikirimi surat oleh Nabi SAW adalah Kisra Persia. Kisah pengiriman surat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

Rasulullah telah mengutus Abdullah ibn Huzaifah al-Shami untuk mengirimkan surat tersebut kepada pembesar Bahrain. Setelah tugas dilakukan sesuai dengan pesan dan diterima oleh pembesar Bahrain, kemudian pembesar Bahrain tersebut memberikan surat kepada Kisra. Setelah membaca surat dari Nabi Muhammad, Kisra menolak dan bahkan merobek-robek Surat Nabi. Menurut riwayat ibn al-Musayyab__setelah peristiwa tersebut sampai kepada Nabi__kemudian Nabi bersabda : "Siapa saja yang telah merobek-robek surat saya, dirobek-robek (diri dan kerajaan) orang itu". Tidak lama kemudian, kerajaan Persia dilanda kekacauan dan berbagai pembunuhan yang dilakukan oleh keluarga dekat raja. Peristiwa tersebut terekam dalam sejarah terjadi pada tahun 9 H.

Tidak lama kemudian, kerajaan Persia dilanda kekacauan dan berbagai pembunuhan yang dilakukan oleh keluarga dekat raja. Hingga pada akhirnya diangkatlah anak perempuan yang bernama Buran. Sebagai pengganti ayahnya yang telah wafat ketika itu. Kemudian kerajaan Persia saat itu juga sedang dihadapkan pada tantangan yang berat, yaitu kerajaan Romawi yang menyerbu wilayah Persia dan berhasil menguasai beberapa daerah. Di samping situasi kerajaan kacau, diperkirakan Buran tidak memiliki kemampuan untuk memimpin kerajaan besar seperti Persia. Penuturan tentang kondisi Persia itu disampaikan oleh Abdullah bin Hadhafah yang baru pulang dari Persia. Ketika mendengar berita itu Rasulullah mengomentari melalui sabdanya:

لَنْ يُفْلِحَ قَوْمٌ وَلَّوْا أَمْرَهُمْ امْرَأَةً .

Di sini terlihat adanya peristiwa tertentu yang menyebabkan lahirnya hadis tersebut.

Lebih jauh, sejarah sosial bangsa Persia memperlihatkan bahwa pengangkatan perempuan sebagai kepala negara merupakan hal yang baru. Pada waktu itu, perempuan dianggap tidak cakap untuk menjadi seorang pemimpin politik. Hal ini tidak hanya berlaku di Persia tetapi juga di seluruh Jazirah Arab. Hadis ini muncul di tengah kondisi sosial dan politik yang tidak kondusif bagi seorang perempuan untuk memimpin suatu negara.

Dari segi setting sosial dapat dikuak bahwa menurut tradisi yang berlangsung di Persia sebelum itu, jabatan kepala negara (raja) dipegang oleh kaum laki-laki. Sedang yang terjadi pada tahun 9 H tersebut menyalahi tradisi itu, sebab yang diangkat sebagai raja bukan laki-laki lagi, melainkan perempuan. Pada waktu itu, derajat kaum perempuan di mata masyarakat berada di bawah lelaki. Perempuan sama sekali tidak dipercaya untuk ikut serta mengurus kepentingan masyarakat umum, terlebih lagi dalam masalah kenegaraan. Hanya laki-laki-lah yang dipandang cakap dan mampu mengelola kepentingan masyarakat dan negara.

Dalam kondisi kerajaan Persia dan setting sosial seperti itulah, wajar Nabi SAW yang memiliki kearifan tinggi, melontarkan hadis bahwa bangsa yang menyerahkan masalah-masalah (kenegaraan dan kemasyarakatan) kepada perempuan tidak akan sejahtera/ sukses. Bagaimana mungkin akan sukses jika orang yang memimpin itu adalah orang yang sama sekali tidak dihargai oleh masyarakat yang dipimpinnya. Salah satu syarat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin adalah kewibawaan, sedang perempuan pada saat itu sama sekali tidak memiliki kewibawaan untuk menjadi pemimpin. Andaikata seorang perempuan telah memiliki kualifikasi dan dihormati oleh masyarakat, mungkin Nabi SAW yang sangat bijaksana akan menyatakan kebolehan kepemimpinan politik perempuan.Berkaitan dengan hadis kepemimpinan politik perempuan di atas, dapat dikatakan bahwa Nabi SAW saat menyampaikan hadis tersebut bukan dalam kapasitas sebagai nabi dan rasul yang pembicaraannya pasti mengandung kebenaran dan dibimbing wahyu, tetapi harus dipahami bahwa pendapat Nabi SAW yang demikian itu disabdakan dalam kapasitas beliau sebagai manusia biasa (pribadi) yang mengungkap realitas sosial keberadaan masyarakat (bayan al-waqi') pada saat hadis tersebut disabdakan dalam rangka mengantisipasi kemungkinan buruk yang terjadi di kemudian hari andai pemimpin itu diserahkan pada perempuan yang secara sosial tidak mendapat legitimasi dari masyarakat.

Ada anggapan bahwa dalam literatur Islam klasik, dasar hukum tentang larangan lebih mudah ditemukan daripada sebaliknya. Tetapi, dalam sejarah awal Islam ada realitas bahwa Siti Aisyah, isteri baginda Nabi Muhammad Saw, memimpin pasukan perang melawan pasukan Ali bin Abi Thalib. Artinya, ada sejumlah sahabat Nabi Saw yang berada dalam pasukan Aisyah, mengakui kepemimpinan seorang perempuan. Dengan alasan demikian, dasar hukum larangan kepemimpinan perempuan bisa dikaji kembali.

Adanya perbedaan antara hadis yang melarang perempuan menjadi kepala negara dengan al-Qur’an yang memberikan contoh tentang kemampuan menjadi kepala negara yang super power, perlu disikapi dengan hati-hati. Menurut Syekh Ghazali, karena al-Qur’an derajatnya lebih tinggi daripada hadis, ayat al-Qur’an-lah yang dipegang sebagai pedoman.

Dengan demikian, hadis tentang pernyataan Nabi SAW dalam merespon berita pengangkatan putri Kisra sebagai pemimpin Persia tersebut sama sekali tidak terkait dengan wacana persyaratan syar’i kepala negara; namun hanya merupakan informasi mengenai pendapat pribadi Nabi SAW yang menurut Nizar Ali memberikan peluang adanya 2 (dua) kemungkinan. Pertama, boleh jadi hadis tersebut merupakan doa agar pemimpin Persia tersebut tidak berhasil karena sikapnya yang konfrontatif terhadap Islam. Kedua, boleh jadi hal tersebut merupakan pendapat pribadi Nabi SAW tentang realitas historis masyarakat yang tidak memungkinkan seorang pemimpin untuk menjadi seorang pemimpin.

Kata Muhibbin, hadis yang menginformasikan tentang kesukuan Quraisy tersebut sama sekali tidak dimaksudkan sebagai syarat mutlak bagi jabatan kepala negara yang ditetapkan oleh Nabi dan mengikat kepada umat secara abadi.

Juga menurut penulis, memaksakan hadis yang berbentuk ikhbar (informatif/berita) ke dalam masalah syari'ah terutama masalah kepemimpinan politik perempuan adalah tindakan yang kurang bijaksana dan kurang kritis serta tidak proporsional. Selain itu, jika hadis tersebut dipahami sebagai pesan dan ketentuan dari Nabi SAW yang mutlak mengenai syarat seorang pemimpin, maka akan terasa janggal, karena peristiwa sebagaimana yang ditunjukkan hadis tersebut tidak terjadi di dunia Islam, sehingga tidak mungkin Nabi SAW menyatakan ketentuan suatu syarat bagi pemimpin negara Muslim dengan menunjuk fakta yang terjadi di negara non Muslim.. Kalau hadis ini dipaksakan sebagai syarat bagi kepemimpinan politik, termasuk di negara non Muslim, maka selain tidak rasional (karena Nabi SAW ikut campur dalam urusan politik negara non Muslim) juga tidak faktual. Artinya penetapan syarat pemimpin harus laki-laki, maka bagaimana dengan negara Islam saat ini yang sebagian ada yang dipimpin oleh perempuan, namun tetap sukses seperti Pakistan, Turki, Indonesia dan lainnya). Berarti sabda Nabi SAW ini jelas bertentangan dengan fakta yang ada. Bahkan dalam al-Qur`an pun dijumpai kisah tentang adanya seorang perempuan yang memimpin negara dan meraih sukses besar, yaitu Ratu Bilqis di negeri Saba.


sumber

Pemimpin Wanita dalam Pandangan Islam

Dalam bidang kepemimpinan, Islam bertolak dari status manusia sebagai khalifah di muka bumi. Dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang mempertegas kekhalifahan manusia ini di muka bumi sebagai amanat Allah swt untuk mengolah memelihara dan mengembangkan bumi. Inilah sebagai tugas pokok manusia tidak berbeda antara perempuan dengan laki-laki.

Mengenai kekhalifahan tadi Rasulullah saw menegaskan bahwa semua manusia adalah pemimpin. Islam mengangkat derajat manusia dan memberikan kepercayaan yang tinggi, karena setiap manusia secara fungsional dan sosial adalah pemimpin.

Di antara masalah yang kerap kali menjadi bahan perbincangan seputar kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dalam masalah kepemimpinan adalah karena adanya penegasan Allah dalam firmannya:

“Kaum laki-laki adalah pemimpin kaum wanita, karena Allah telah melebihkan sebagaian mereka atas sebagaian yang lain, dan karena mereka menafkahkan sebagian dari kekayaan mereka.[3]

Dalam hal ini perkataan Qawwamun bukan berarti penguasa atau majikan. Jika dimaknai dalam hal perkawinan pengertian Qawwamun diartikan bahwa suami adalah kepala keluarga. Sedangkan perempuan adalah pemimpin rumah tangga. Namun jika kita berbicara mengenai politik, maka kepemimpinan perempuan biasanya hal yang sering dipersoalkan bahkan ditolak oleh beberapa kalangan.

Pandangan yang menyatakan bahwa penolakan kepemimpinan wanita sebagai upaya mendeskreditkan perempuan telah berangkat dari perspektif gender. Yakni satu pandangan yang didasari oleh ide persamaan hak antara pria dan wanita dalam segala bidang termasuk politik terutama tentang kepresidenan wanita. Pengkajian yang mendalam terhadap khazanah Islam akan ditemukan bahwa para ulama’ mujtahid madzahab empat telah bersepakat mengangkat kepala negara seorang wanita adalah haram.



sumber

Kesetaraan Gender dalam Islam

Selama ini seolah-olah ada dilema kepemimpinan perempuan dalam Islam. Di satu sisi adanya anggapan bahwa aktivitas perempuan paling baik adalah di rumah, mengurus suami dan anak, memasak dan aktivitas lain yang sifatnya domestik. Di sisi lain perempuan masa kini dituntut untuk aktif berkiprah di luar rumah. Apakah itu untuk bekerja, belajar, ataupun melakukan kegiatan-kegiatan sosial. Oleh karena perempuan hanya tinggal dalam rumah saja, maka ia akan dianggap ketinggalan informasi, kurang wawasan dan dan kurang pergaulan. Dalam bidang kepemimpinan, terjadi kontroversi mengenai boleh tidaknya seorang wanita menjadi kepala negara/ presiden.
 
Wacana ratu Balqis dapat dijadikan renungan bagi bangsa Indonesia yang baru saja usai menyelenggarakan pemilihan umum 2004 beberapa tahun yang lalu. Pada waktu itu keberhasilan megawati meraih suara terbanyak sudah merupakan suatu kenyataan. Persoalan yang muncul ketika itu adalah bagaimana jika megawati terpilih menjadi seorang presiden? Pertanyaan ini mempunyai bobot yang sangat penting karena wacana konseptual mengenai kepemimpinan perempuan belum pernah tuntas di dalam lintasan sejarah dunia Islam. Banyak sekali perempuan kandidat pemimpin tetapi tercekal oleh isu agama. Tidak sedikit jumlah laki-laki kandidat pemimpin yang sebenarnya lebih lemah ‘tampak layak’ karena saingan terberatnya seorang perempuan.

Kemenangan PDI Perjuangan ini tak pelak lagi telah memompa optimisme di kalangan pendukung fanatik Megawati untuk meraih kursi kepresidenan. Bagi mereka, logikanya cuma satu: pemimpin partai pemenang pemilu mestilah menjadi presiden. Ditambah lagi dengan pernyataan-pernyataan para pengamat atau beberapa tokoh yang katanya non partisan, tapi dari pernyataan-pernyataannya tampak sekali kesan membela Mega, maka makin kentallah semangat untuk meng-golkan Mega ke tampuk kursi kepresidenan. Tapi segala keberatan yang diajukan baik itu dari sisi kapabilitas Megawati yang sangat diragukan maupun pandangan hukum Islam tentang larangan mengangkat wanita sebagai presiden, malah dituding sebagai rekayasa untuk menghalangi Mega. Keadaan inilah yang kini tengah mewarnai jagad perpolitikan Indonesia.

Agak ironis memang, ada yang terorbit dan ada yang tersungkur hanya disebabkan oleh faktor jenis kelamin. Tidak sedikit pula pemimpin perempuan (Sulthanah) harus berhenti di tengah jalan karena isu agama. Termasuk di antaranya tiga Sulthanah yang pernah memerintah secara berkesinambungan di Aceh pada abad ke-14, yaitu Sulthanah Khadijah, Sulthanah Maryam dan Sulthanah Fatimah akhrirnya harus terputus karena Fatwa Qadhi Mekah. Alasan fatwa itu adalah perempuan tidak ditolerir menjadi pemimpin Sulthanah karena dianggap menyalahi kodratnya sebagai perempuan.



sumber